Portal Rimbawan - Sungai termasuk salah satu wilayah keairan. Wilayah keairan dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok yang berbeda berdasarkan sudut pandang yang berbeda-beda. Sudut pandang yang biasa digunakan dalam pengelompokan jenis wilayah keairan ini antara lain adalah morfologi, ekologi, dan antropogenik (campur tangan manusia pada wilayah keairan tersebut).
Pengelompokan wilayah sungai oleh para ahli teknik sipil atau pengairan sebelum tahun 1980-an sebagian hanya berdasarkan pada pertimbangan fisik hidraulik (morfologi), misalnya teori rezim yang membedakan sungai menjadi mikro, meso dan makro struktur atau sungai kecil, menengah, dan besar. Dalam konsep eko-hidraulik dewasa ini, pengelompokan sungai tidak lagi hanya didasarkan pada pertimbangan komponen fisik hidraulik namun juga komponen ekologi, sosial dan ekonomi.
Dari sudut pandang ekologi, secara umum wilayah sungai juga dapat dimasukkan ke dalam bagian wilayah keairan, baik wilayah keairan diam (tidak mengalir) dan wilayah keairan dinamis (mengalir). Wilayah keairan tidak mengalir misalnya danau, telaga, embung, sungai mati, anak sungai yang mengalir hanya pada musim penghujan, rawa, dan lain-lain. Adapun yang termasuk wilayah keairan yang dinamis atau mengalir adalah sungai permukaan, sungai bawah tanah, laut dengan arus lautnya, dan lain-lain.
Dari sudut pandang ekologi, Wilayah Sungai tidak bisa lepas dari Daerah Aliran Sungai (DAS). Daerah Aliran Sungai (menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan Air) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Sub DAS adalah bagian dari DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utama. Setiap DAS terbagi habis ke dalam Sub DAS-Sub DAS.
Sementara itu, wilayah keairan DAS merupakan suatu ekosistem yang tertutup dengan faktor dominan adalah aliran air dari hujan, lahan dan punggung bukit sebagai batasnya. Dalam suatu sistem sungai terjadi lalu lintas rantai makanan dari bagian hulu ke hilir. Oleh sebab itu dalam memahami dan menginvestigasi DAS untuk perencanaan pembangunan wilayah sungai, tidak bisa secara isolatif di suatu areal tertentu saja (lokal) per DAS. Pemahaman ini harus secara integral sesuai dengan jenis ekosistem wilayah sungai yang sifatnya tidak tertutup dan dipengaruhi oleh seluruh faktor baik dari hulu maupun dari hilir dalam satuan koordinasi, bukan satuan hidrologi seperti DAS. Apalagi, jika menurut data Kementerian LHK jumlahnya di Indonesia lebih dari 17.000 DAS, maka mengkoordinasikan jumlah yang banyak itu perlu konsep Wilayah Sungai (WS).
Data Kementerian PU-PR menyebutkan bahwa saat ini jumlah Wilayah Sungai (WS) di Indonesia adalah 131 WS. Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumberdaya Air, Wilayah Sungai (WS) merupakan gabungan dari beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS).Wilayah sungai adalah "KESATUAN WILAYAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR" dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km2.
Sebagaimana diketahui, sistem alur sungai (gabungan antara alur badan sungai dan alur sempadan sungai) merupakan sistem river basin yang membagi DAS menjadi sub-DAS yang lebih kecil. Oleh karenanya segala sesuatu perubahan yang terjadi di DAS akan berakibat pada Wilayah Sungai. Areal DAS meliputi seluruh alur sungai ditambah areal dimana setiap hujan yang jatuh di areal tersebut mengalir ke sungai yang bersangkutan (siklus hidrologi). Alur sempadan sungai didefinisikan sebagai alur pinggir kanan dan kiri sungai yang terdiri dari bantaran banjir, bantara longsor, bantaran ekologi, serta bantaran keamanan.
Dalam UU 17/2019 tentang Sumber Daya Air, pengaturan kewenangan dan tanggung jawab Pengelolaah Sumber Daya Air oleh Pemerintah Pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota didasarkan pada keberadaan Wilayah Sungai. Untuk mencapai keterpaduan pengelolaan Sumber Daya Air, perlu disusun sebuah acuan bersama bagi para pemangku kepentingan dalam satu wilayah sungai yang berupa Pola Pengelolaan Sumber Daya Air dengan prinsip keterpaduan antara Air Permukaan dan Air Tanah.
Pola Pengelolaan Sumber Daya Air disusun secara terkoordinasi antarinstansi yang terkait. Pola Pengelolaan Sumber Daya Air tersebut kemudian dijabarkan ke dalam Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air. Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air merupakan rencana induk Konservasi Sumber Daya Air, Pendayagunaan Sumber Daya Air, dan Pengendalian Daya Rusak Air yang disusun secara terkoordinasi dan berbasis Wilayah Sungai.
Rencana tersebut menjadi dasar dalam penyusunan program Pengelolaan Sumber Daya Air yang dijabarkan lebih lanjut dalam rencana kegiatan setiap instansi yang terkait. Intisari Pengelolaan sumber daya air di Indonesia dilaksanakan berbasis wilayah sungai yang beragam kondisinya. Keragaman tersebut meliputi antara lain luas wilayah sungai, jumlah penduduk, aktivitas sosial ekonomi, kondisi iklim dan hidrologi, pengguna air, tingkat pemanfaatan air, dan kelembagaan pengelolaan wilayah sungai.
Dengan beragamnya kondisi wilayah sungai, maka penanganan suatu wilayah sungai tidak dapat disamakan dengan wilayah sungai lainnya. Untuk itu perlu adanya tipologi atau pengelompokan wilayah sungai sesuai dengan karakteristiknya. Kedepan, informasi mengenai wilayah sungai mana saja yang masih perlu dikembangkan, dan bagaimana urutan prioritas pengembangannya menjadi hal mendesak yang perlu dituntaskan.
Meskipun demikian, wilayah sungai tetap perlu lebih mengutamakan pengelolaan dan konservasi, dimana implementasinya harus mempertimbangkan DAS. Hal yang belum tuntas sampai saat ini bagaimana mengaitkan dalam tataran pelaksanaan antara Rencana Pengelolaan DAS Terpadu (RPDAST) dengan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai (Pola PSDA-WS) dilevel daerah.
Bagi yang berkecimpung di bidang kehutanan atau lingkungan dan infrastruktur keairan pasti akan memahami bagaimana rumitnya situasi ini. Ego sektoral dan ego wilayah masih mendominasi dalam pembangunan sumber daya air ini. Belum lagi terkait kelembagaan Dewan Sumber Daya Air, Forum DAS, Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air (TKPSDA), Masyarakat Konservasi Tanah dan Air (MKTI) dan lain lain. Mengelola dan mengkonservasi air memang jalan panjang yang terjal dan berliku, tapi harus dihadapi dengan kesamaan prinsip, yaitu dalam rangka meningkatkan hajat hidup orang banyak dan juga perlindungan lingkungan berkelanjutan.
Mengutamakan alam dan lingkungan serta mengabaikan manusia terkait sosial dan ekonominya jelas tidak bijak. Sementara mengutamakan manusia dan merusak alam juga bukan opsi yang direkomendasikan. Mari melihat "sustainable development" sebagai tujuan bersama dan menghilangkan ego sektoral dan ego wilayah. MESKI ITU TIDAK MUDAH.
"...When we heal the earth, we heal ourselves..."
Comments
Post a Comment