I. PENDAHULUAN
1.1
Latar
belakang
Dalam pengertian silvika itu
sendiri kita ketahui bahwa ilmu yang mempelajari sifat hutan dan pohon hutan,
bagaimana mereka tumbuh berproduksi dan bereaksi dengan lingkungannya. Dalam
suatu ekosistem tersebut masing-masing individu pohon pasti mengalami yang namanya
persaingan guna mempertahankan kehidupan masing individu pohon tersebut, dimana
kita ketahui bahwa adanya kelas tajuk yaitu, dominan, kodominan, intermediate
(tengahan), dan tertekan.
Hutan adalah suatu hamparan lapangan tumbuhan
pohon-pohon yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati
beserta alam lingkungan dan yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai
hutan. Hutan sangat berperan dalam kehidupan manusia karena dapat
menyediakan kebutuhan dalam setiap aspek kehidupan.
Namun hutan juga dapat dikatakan sebagai suatu
asosiasi kehidupan yang didominasi oleh pohon-pohon atau vegetasi berkayu
menempati areal yang luas dengan kerapatan tertentu sehingga dapat menciptakan
iklim mikro setempat. Dalam perkembangan pohon yang ada dihutan tentunya
mengalami proses kehidupan yang bertahap, dimana dimulai dari
biji, semai, pancang, tiang dan terakhir adalah pohon.
Selain
itu, perlu diketahui bahwa pohon-pohon yang dianggap berkuasa atau dominan
dalam suatu tegakan hutan menduduki posisi tajuk (kanopi) paling atas. Di dalam
hutan ada kelompok-kelompok pohon yang dapat dibedakan berdasarkan fase
pertumbuhannya dan posisi tajuknya.
Pengelompokan (klasifikasi) pohon tersebut sangat penting dalam pengelolaan hutan,
terutama sebagai pertimbangan untuk menerapkan system budi daya hutan (sistem
silvikultur) yang tepat. Variable lain
yang perlu diperhatikan adalah komposisi jenis pohon yang menyusun tegakan
hutan, struktur tegakan hutan, kerapatan tegakan hutan, faktor tempat tumbuh,
dan sifat toleransi pohon yang berimplikasi terhadap kondisi tegakan hutan. Hal
itu dijadikan landasan untuk praktik budi daya hutan secara baik dalam usaha
mengelola hutan alam maupun hutan tanaman.
Tumbuhan
pada lantai hutan rata-rata mendapatkan cahaya matahari hanya satu persen.
Karena itu, tumbuhan ini harus beradaptasi untuk mendapatkan cahaya. Hal ini
dapat dilakukan dengan memperbesar ukuran daun maupun penyusunan daun yang memaksimalkan
pengumpilan cahaya. Alasan di adakan praktikum ini karena hutan di
indonesia perlakuannya belum maksimal
makanya di adakan praktikum agar para praktikan bisa melestarikan hutan dengan
baik
1.2
Tujuan dan Kegunaan
Adapun
tujuan dari praktikum ini adalah mengetahui klasifikasi pohon berdasarkan
beberapa teori melatih
cara pembuatan diagram profil dari klasifikasi pohon mengetahui komponen penyusun pohon
Adapun
kegunaan dari praktikum ini adalah
praktikan
bisa mendapatkan pengetahuan tentang klasifikasi pohon seperti pohon dominan,
tajuk pohon, percabangan pohon. Melatih
praktikan dalam pembuatan diagram pohon Praktikan dapat
mengetahui apa saja komponen-komponen penyusun pohon seperti semai pancang
tiang dan pohon
II. TINJAUN PUSTAKA
2.1 Hutan
Pengertian
hutan yang diberikan oleh Dengler adalah suatu kumpulan atau juga asosiasi
pohon-pohon yang cukup rapat serta juga menutup areal yang cukup luas sehingga
akan bisa membentuk suatu iklim mikro yang kondisi ekologis yang khas dan juga
berbeda dengan areal luarnya (Anonimous 1997).
Struktur Hutan terbagai menjadi dua bagian yaitu struktur hutan secara
vertikal maupun horisontal. Dalam komunitas hutan selalu terjadi kehidupan
bersama saling ketergantungan maupun persaingan sehingga dikenal adanya
lapisan-lapisan bentuk kehidupan. Daniel at al.(1992), menyatakan struktur
tegakan atau hutan menunjukkan sebaran umur dan atau kelas diameter dan kelas
tajuk. Sementara itu dinyatakan struktur hutan menunjukkan stratifikasi yang
tegas antara stratum A, stratum B dan stratum C yang tingginya secara berurutan
sekitar 40, 20 dan 10 meter. Struktur suatu tegakan terdiri dari
individu-individu yang membentuk tegakan dalam suatu ruang. Komunitas tumbuhan
terdiri dari kelompok atumbuh-tumbuhan yang masing-masing individu
mempertahankan sifatnya. Menurut Kershaw (1974) struktur suatu vegetasi tegakan
hutan terdiri atas 3 komponen yaitu :
1. Struktur
vegetasi tegakan berupa vegetasi secara vertikal yang merupakan
diagram profil yang melukiskan lapisan pohon, tiang, pancang, semai, dan herba
penyusun vegetasi.
2. Sebaran
horizontal. Jenis-jenis penyusun yang menggambarkan letak dari suatu
individu terhaadap individu lain.
3.. Kelimpahan
(abudance) setiap jenis dalam suatu komunitas
2.2 Silvika
Pengertian Silvika adalah ilmu yang mempelajari
sejarah hidup dan ciri-ciri umum pohon beserta tegakan hutan dalam kaitannya
dengan faktor-faktor lingkungannya. Jadi, silvika merupakan dasar bagi
penerapan ilmu silvikultur. (Arif 2001).
Ilmu Silvika secara
garis besarnya mempelajari :
1.
Proses-proses hidup tumbuh-tumbuhan,
terutama pohon, yang membutuhkan pengetahuan tentang proses-proses kimia yang
berhubungan dengan aktivitas biologis yang terjadi,
2.
Persyaratan tumbuh suatu
tumbuh-tumbuhan, khususnya pohon, yang berhubungan dengan berbagai faktor, yaitu
air, tanah, atmosfir, cahaya, biotik serta faktor-faktor
kompleks yang berguna untuk optimalisasi pertumbuhannya
3.
Tentang adaptasi tumbuh-tumbuhan pada
kondisi lingkungan tertentu.
Pengertian Silvikultur adalah ilmu dan
seni menghasilkan dan memelihara hutan dengan menggunakan pengetahuan silvika
untuk memperlakukan hutan serta mengendalikan susunan dan pertumbuhannya.
Pada umumnya Sistem
silvikultur yang digunakan di Indonesia adalah TPTI (Tebang Pilih Tanam
Indonesia) dengan satu aturan untuk seluruh hutan alam di Indonesia, karena
sistem ini adalah sistem silvikultur yang relatif paling aman untuk diterapkan
dibanding yang lain dalam hal jasa lingkungannya. Dalam sistem ini tidak ada
batasan maksimum untuk jumlah volume kayu atau jumlah batang yang dapat
ditebang per satuan areal. Dimana dengan penebangan terlalu banyak pohon di
setiap unit areal dapat mengakibatkan terciptanya kondisi yang mengganggu
pertumbuhan jenis-jenis kayu komersial.
III.
METODE PRAKTEK
3.1 Waktu
dan tanggal
Adapun waktu dan tanggal pada saat praktikum silvika pada pukul 08.00
WITA sampai selesai pada tanggal, 11 mei 2017
bertempat di Hutan Adat, Kelurahan. Kawatuna, Kecematan. Mantikulore,
Palu.
3.2 Alat
dan bahan
Adapun alat dan bahan di gunakan pada saat praktikum silvika adalah, alatnya
rol meter, pita ukur, kertas avs A3, penggaris, pensil, dan bahannya tali
raffia tegakan Hutan Adat di Kelurahan. Kawatuna.
3.3 Langkah kerja
1. Membentuk
kelompok pengamatan lapangan.
2. Ukur tali raffia
3. Memilih
lokasi yang strategis yang memiliki keempat tingkatan hidup pohon tersebut
4. Masing-masing kelompok pengamatan mengamati
areal seluas 10 x 10 meter persegi
5. Menghitung jumlah dan jenis vegetasi yang
ada untuk plot pertama seluas 10 x 10 meter
,
membuat peta pohonnya.
6.
Membuat plot berukuran 5 x 5
meter untuk fase tiang
di dalam plot 10 x 10 m
7.
Melakukan cara tersebut untuk
mendapatkan plot berukuran 2 x 2 m untuk fase
panjang dan
semai.
8. Mencatat keterangan keadaan tempat.
9. Mengukur diameter untuk tiap-tiap lapisan
tajuk.
10. Menemukan
permasalahan yang ada, menganalisis kemudian mencari alternatif pemecahannya.
Gambar.1 plot
pengamatan praktikum
10 cm
10 cm
Keterangan: a.
plot 10 x 10 meter untuk
pengamatan pohon
b. plot 5 x 5 meter untuk pengamatan tiang
c. plot 2 x 2 meter untuk pengamatan panjang dan semai
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Adapun hasil yang di peroleh dari praktikum ini yaitu:
Plot 1. 10 x 10 meter
Nomor Pohon
|
Diameter Pohon
|
Keadaan Tajuk Pohon
|
-
|
-
|
-
|
Plot. 5 x 5 meter
Nomor Tiang
|
Diameter Tiang
|
Keadaan Tajuk
|
1
|
11,7 cm
|
Jarang
|
Plot. 2 x 2 meter
Nomor Pancang & semai
|
Tinggi /
Diameter
|
Keadaan Tajuk
|
1
|
4,4 cm
|
Jarang
|
2
|
6,36 cm
|
Rapat
|
4.2 Pembahasan
Sapihan (sapling) Semai
(seedling atau belta) : bentuk pertumbuhan (permudaan) muai dari kecambah
sampai anakan yang mempunyai tinggi kurang dari 1,5 m atau 0-30 cm dan 30-150
cm. Pancang (sapihan atau sapling/terna) : bentuk pertumbuhan berupa anakan
dengan ketinggian setinggi 1,5 m dengan diameter batang kurang dari 10 cm atau
1,5-3 m, 3-5 m dan 5-10 m. Tiang (pole) : pohon muda dengan diamater batang 10
cm-<20 cm (10-35 cm), pohon atau pokok merupakan tumbuhan berkayu. Pohon
memiliki batang utamayang tumbuh tegak, menopang tajuk pohon, batang pohon
merupakan bagian utama pohon dan menjadi penghubung utama antara bagian akar
sebagai pengumpulan air mineral dan bagian tajuk pohon sebgai pusat pengolahan
masuknya energi.
Pada plot 10 x 10 meter tidak terdapat pohon karena keadaan
atau posisi pohonnya
tidak mencapai diameter 20
cm atau lebih, plot 5
x 5 meter
terdapat 1 tiang dengan diameter 11,7
cm dengan keadaan tajung
tiang
jarang,
pada plot 2
x 2 meter
terdapat pancang 1
dengan diameter masing-masing 4,4
cm dengan keadaan daun yang Jarang, sedangkan semai terdapat 1 dengan diameter masing-masing 6,36 cm dengan
keadaan daun yang rapat.
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Pada plot 10 x 10 meter tidak terdapat pohon karena keadaan
atau posisi pohonnya
tidak mencapai diameter 20
cm atau lebih, plot 5 x 5 meter terdapat 1 tiang
dengan diameter 11,7
cm dengan daun Jarang,
pada plot 2
x 2
meter terdapat
pancang 1
dengan diameter masing-masing 4,4
cm
dengan daun yang Jarang,
sedangkan semai terdapat 1 dengan
diameter masing-masing 6,36 cm dengan keadaan daun yang rapat.
2. Semai
pemudaan mulai dari kecambah sampai anakan tingginya kurang dari 1.5 , pancang
pemudaan dengan tinggi 1,5 m hinnga diameter kurang dari 10 cm, tiang pohon
muda berdiameter 10 cm sampai kurang dari 20 cm, pohon pada dewasa berdiameter
20 cm dan lebih.
3. Faktor
lingkungan di lokasi yaitu keadaan tanah terjal, dan banyak batu-batuan
5.2 Saran
Saran dari saya sebaiknya asdos
lebih memperhatikan praktikan saat melakukan praktikum di lapangan.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonimous.1997.
Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
Kershaw. 1974. Quantitatif and Dinamic Plant Ecologi. Edwar
Arnold Publisher. London
Arief,
A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Cetakan ke-5. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta.
Hal 11-59.
Comments
Post a Comment