BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Etologi berasal
dari bahasa Yunani yaitu ethos yang berarti kebiasaan dan logos yang berarti
ilmu atau pengetahuan. Ethos bisa pula berarti etis atau etika dan juga dapat
berarti karakter. Jadi secara etimologi etologi berarti ilmu yang mempelajari
tentang kebiasaan atau karakter. Namun etologi lebih dahulu dikenalkan sebagai
ilmu prilaku hewan. Etologi adalah suatu cabang ilmu zoology yang mempelajari
prilaku atau tingkah laku hewan, mekanisme, serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
Teori Etologi merupakan sebuah studi yang
mengenai tingkah laku lebih khususnya tingkah laku hewan. Etologi menekankan
landasan biologis, dan evolusioner perkembangan. Penamaan (imprinting) dan
periode penting (critical period) merupakan konsep kunci.
Teori ini di tegakkan berdasarkan
penelitian yang cermat terhadap perilaku binatang dalam keadan nyata.
Pendirinya adalah Carl Von Frisch soerang pecinta binatang. Bertahun-tahun ia
memelihara berbagai macam binatang dan mengamati perilakunya. Percobaan ini
dilakukan dengan menggunakan sekelompok itik dengan anak-anaknya. Ia
memiisahkan dua kelompok anak angsa, satu kelompok diasuh induknya dan satu
kelompok lagi ia asuh sendiri. Setelah beberapa bulan kelompok anak angsa yang
diasuhnya mengidentifikasi Carl Von Frisch sebagai induknya. Kemanapun Carl Von
Frisch pergi mereka selalu mengikuti. Suatu saat dipertemukan kelompok asuhnya
dengan induk aslinya ternyata kelompok yang diasuh ini menolak induk aslinya.
Metodologi adalah ilmu-ilmu/cara yang
digunakan untuk memperoleh kebenaran menggunakan penelusuran dengan tata cara
tertentu dalam menemukan kebenaran, tergantung dari realitas yang sedang
dikaji. Metodologi tersusun dari cara-cara yang terstruktur untuk memperoleh
ilmu. Metodelogi penelitian dapat dilakukan dengan dua cara, yakni metode
kuantitatif dan metode kualitatif.
Tingkah laku Instingtif adalah tingkah
laku yang tidak pernah dipelajari dan muncul karena stimulus eksternal
tertentu. Pola tindakan tertentu juga memiliki komponen pendorong dasariah,
sebuah desakan dari dalam untuk terlibat dalam tingkah laku instingtif.
Contohnya : tindakan penyelamatan diri anak ayam oleh induknya karena dapat
merespon kapan pun jika anak-anaknya berada dalam bahaya dan dicontohkan pada hasil
percobaan Lorenz terhadap dua butir telur angsa. Telur pertama dierami oleh
induknya sedangkan telur kedua dihangatkan di dalam inkubator. Setelah telur
angsa menetas, angsa yang dierami induknya akan mengikuti tingkah laku induknya
dan angsa yang dihangatkan di dalam inkubator selama belum menetas mengikuti
tingkah laku
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan
masalah dalam makalah ini yaitu :
1. Pengertian Teori Perkembangan Etologi.
2. Teori Perkembangan Etologi.
3. Tokoh- tokoh dalam teori Etologi.
4. Fase-fase Kelekatan dalam Teori Etologi.
5. Mekanisme Perkembangan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Teori Perkembangan Etologi
Etologi berasal dari bahasa yunani yaitu
ethos yang berarti kebiasaan dan logos yang berarti ilmu atau pengetahuan.
Ethos bisa pula berarti etis atau etika dapat juga berarti karakter. Jadi
secara etimologi, etologi berarti ilmu yang mempelajari tentang kebiasaan atau
karakter. Namun etologi lebih dahulu dikenalkan sebagai ilmu perilaku hewan.
Etologi
adalah suatu cabang ilmu zoology yang mempelajari perilaku atau tingkah laku
hewan, mekanisme, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Ilmu yang mempelajari perilaku atau karakter
hewan tersebut digunakan di dalam pendekatan ilmu psikologi perkembangan. Teori
ini mencoba menjelaskan perilaku manusia. Sehingga di dalam ilmu psikologi,
etologi berarti ilmu yang mempelajari perilaku manusia di dalam pengaturan yang
alami. Semua perilaku manusia adalah bentuk reaksi dari apa yang terjadi di
lingkungan alaminya. Teori Etologi memahami bahwa perilaku manusia mempunyai
relevansi dengan perilaku binatang. Sifat-sifat yang menonjol dari setiap
binatang diantaranya adalah sifat mempertahankan wilayahnya, bertindak agresif,
dan perasaan ingin menguasai sesuatu. Sifat-sifat ini ditemukan pula pada diri
manusia. Karena hal tersebut, maka para etolog memandang bahwa insting
merupakan sifat dasar hewan dan aspek penting dalam memahami perilaku manusia.
Etologi muncul sebagai kontributor
penting terhadap teori perkembangan manusia karena ahli ilmu hewan Eropa, terutama
Konrad Lorenz (1903-1989) lebih sering bekerja dengan angsa Eurasia, Lorenz
mempelajari pola perilaku yang pada awalnya dianggap telah terprogram dalam gen
burung. Pengamatannya mengenai seekor anak angsa yang baru lahir sepertinya
dilahirkan dengan insting untuk mengikuti ibunya. Pengamatan menunjukkan bahwa
anak angsa tersebut langsung mengikuti induknya segera setelah menetas. Apakah
perilaku ini diprogram kedalam anak angsa tersebut? Dari pertanyaan inilah Lorenz melakukan
sebuah eksperimen yang mengagumkan, Lorenz membuktikan bahwa kesenjangan yang
diwariskan ini merupakan penjelasan yang terlalu sederhana bagi perilaku si
anak angsa.
Lorenz memisahkan telur-telur yang
ditetsakan oleh seekor angsa ke dalam dua kelompok. Salah satu kelompok ia
kembalikan pada si ibu angsa untuk ditetaskan. Kelompok yang lain ditetaskan di
dalam inkubator. Anak angsa dalam kelompok pertama mengikuti ibunya segera
setelah ditetaskan.
Di sisi lain, anak angsa di kelompok
kedua yang langsung melihat Lorenz ketika mereka menetas, mengikutinya
kemanapun ia pergi, seolah ia adalah ibu mereka. Lorenz menandai anak angsa
tersebut dan menempatkan kedua kelompok kedalam sebuah kotak. Ibu angsa dan “Ibu”
Lorenz berdiri berdampingan saat kotak tersebut diangkat. Tiap kelompokk anak
angsa langsung melihat kearah “ibunya”. Lorenz menyebut proses ini imprinting:
pembelajaran yang cepat dan alami periode kritis yang terbatas yang
menghasilkan kelekatan pada benda bergerak pertama yang terlihat.
Pendekatan Metodologis dalam etologi
(Pendekatan yang memahami tingkah laku dengan setting yang alamiah)
Langkah–langkahnya :
a. Mengetahui informasi tentang spesies tersebut
sebanyak mungkin,
b. Mengamati tingkah laku khasnya,
c. Membandingkan dengan tingkah laku spesies yang
lain.
B. Teori Perkembangan Etologi
1. Teori
seleksi alam (Darwin, 1859)
Darwin berpendapat bahwa tidak ada sifat
baru yang perlu dimiliki semasa hidup individu. Pada dasarnya, teori Darwin
berjalan sebagai berikut: diantara anggota-anggota sebuah spesies, terdapat
variasi yang tak tehitung jumlahnya dan diantara anggota yang bermacam-macam
itu hanya kelompok tertentu yang berhasil bertahan hidup yang bisa menghasilkan
keturunannya. Dengan demikian terdapat ‘perjuangan untuk bertahan hidup’ dimana
anggota-anggota terbaik sebuah spesies dapat hidup cukup panjang untuk
meneruskan sifat unggul mereka kepada generasi berikutnya. Terhadap jumlah
generasi yang tak terhitung jumlahnya itu, alam kemudian ‘memilih’ siapa-siapa
yang bisa beradaptasi paling dengan lingkungan mereka.
Teori ini kini dianggap sebagai komponen
integral dari biologi (ilmu hayat). Menurut Darwin, Istilah ‘perjuangan untuk
bertahan hidup’ (survival for the existence) adalah yang unggul yang bisa
bertahan hidup (survival of the fittest). Darwin juga merupakan ilmuwan pertama
yang memberikan perhatian pada perkembangan melalui observasi yang hati-hati
terhadap bayi-bayi. Di samping itu, Darwin pun membahas tentang keadaan
emosional pada bayi. Menurutnya sangat sulit untuk mengetahui seberapa dini
bayi dapat menunjukkan dirinya sedang marah. Ia mengatakan bahwa bayi yang baru
berumur 8 hari akan mengerutkan kening disekitar matanya sebelum ia menangis. Hal
ini bisa menandakan bahwa bayi tersebut merasakan menderita atau sulit tapi
bukan marah (Karl,1982).
2. Etologi Modern ( Lorenz dan Tindbergen)
Etologi modern lahir sebagai suatu
pandangan penting karena pekerjaan para pakar ilmu hewan Eropa, khususnya
Konrad Lorenz (1903-1989). Etologi menekankan bahwa perilaku sangat dipengaruhi
oleh biologi, terkait dengan evolusi dan ditandai oleh periode penting atau
peka. Konsep periode penting (critical period), adalah suatu periode tertentu
yang sangat dini dalam perkembangan yang memunculkan perilaku tertentu secara
optimal.
Konsep etologi untuk belajar dengan cepat
dan alamiah dalam satu periode waktu yang kritis yang melibatkan kedekatan
dengan obyek yang dilihat bergerak pertama kali. Para Etologist adalah para
pengamat perilaku yang teliti, dan mereka yakin bahwa laboratorium bukanlah
setting yang baik untuk mengamati perilaku. Mereka mengamati perilaku secara
teliti dalam lingkungan alamiahnya seperti : di rumah, taman bermain, tetangga,
sekolah, rumah sakit dan lain-lain. Oleh karena itu pendekatan metodologis
teori etologis merupakan pendekatan yang memahami tingkah laku dengan setting
yang alamiah.
Langkah–langkahnya
:
a. Mengetahui informasi tentang spesies
tersebut sebanyak mungkin,
b. Mengamati tingkah laku khasnya,
c. Membandingkan dengan tingkah laku spesies
yang lain.
Tingkah laku Instingtif adalah tingkah
laku yang tidak pernah dipelajari dan muncul karena stimulus eksternal
tertentu. Pola tindakan tertentu juga memiliki komponen pendorong dasariah,
sebuah desakan dari dalam untuk terlibat dalam tingkah laku instingtif.
Contohnya : tindakan penyelamatan diri anak ayam oleh induknya karena dapat
merespon kapan pun jika anak-anaknya berada dalam bahaya dan dicontohkan pada
hasil percobaan Lorenz terhadap dua butir telur angsa. Telur pertama dierami
oleh induknya sedangkan telur kedua dihangatkan di dalam inkubator. Setelah
telur angsa menetas, angsa yang dierami induknya akan mengikuti tingkah laku
induknya dan angsa yang dihangatkan di dalam inkubator selama belum menetas
mengikuti tingkah laku Lorenz (T Lawton, Joseph, 1982).
3. Teori Bowlby (Hetherington dan Parke, 1999)
Teori ini dipengaruhi oleh teori evolusi
dalam observasinya pada perilaku hewan. Menurut teori Etologi (Berndt, 1992)
tingkah laku lekat pada anak manusia diprogram secara evolusioner dan
instinktif. Sebetulnya tingkah laku lekat tidak hanya ditujukan pada anak namun
juga pada ibu. Ibu dan anak secara biologis dipersiapkan untuk saling merespon
perilaku. Bowlby (dalam Hetherington dan Parke, 1999) percaya bahwa perilaku
awal sudah diprogam secara biologis. Reaksi bayi berupa tangisan, senyuman,
isapan akan mendatangkan reaksi ibu dan perlindungan atas kebutuhan bayi.
Proses ini akan meningkatkan hubungan ibu dan anak. Sebaliknya bayi juga
dipersiapkan untuk merespon tanda, suara dan perhatian yang diberikan ibu.
Hasil dari respon biologis yang terprogram ini adalah anak dan ibu akan
mengembangkan hubungan kelekatan yang saling menguntungkan (mutuality attachment).
Teori etologi juga menggunakan istilah “Psychological Bonding” yaitu hubungan
atau ikatan psikologis antara ibu dan anak, yang bertahan lama sepanjang
rentang hidup dan berkonotasi dengan kehidupan sosial (Bowley dalam
Hadiyanti,1992). Bowlby menyatakan bahwa kita dapat memahami tingkah laku
manusia dengan mengamati lingkungan yang diadaptasinya yaitu : lingkungan dasar
tempat berkembang.
Tingkah laku lekat (attachment behavior)
adalah beberapa bentuk perilaku yang dihasilkan dari usaha seseorang untuk
mempertahankan kedekatan dengan seseorang yang dianggap mampu memberikan
perlindungan dari ancaman lingkungan terutama saat seseorang merasa takut,
sakit dan terancam. Ada dua stimulus yang membuat merasa terancam, yaitu : 1)
stimulus yang berbentuk besar, suaranya keras, datang secara tiba-tiba dan
berubah dengan cepat; 2) objek yang bagi anak merupakan sesuatu yang asing.
Jika anak berada dalam kondisi ini maka sistem kelekatannya diaktifkan. Anak
akan bergerak mendekat untuk melihat atau memeriksa keberadaan ibunya. Adapun
tujuan tingkah laku lekat adalah mendapatkan kenyamanan dari pengasuh (Bowlby
dalam Durkin 1995).
Terkait
Pengertian Teori Etologi, Tokoh Teori Etologi, dan Aplikasi Teori Etologi yaitu
:
a. Perkembangan Sosioemosi Pada Masa Remaja
Perkembangan Sosioemosi.
b. Sejarah
Hidup, Sruktur Kepribadian, dan Perkembangan Psikoseksual Sejarah Hidup,
Struktur dan Kepribadian.
Menurut Ainsworth (dalam Adiyanti,1985)
tingkah laku lekat adalah berbagai macam tingkah laku yang dilakukan anak untuk
mencari, menambah dan mempertahankan kedekatan serta melakukan komunikasi
dengan figur lekatnya. Capitanio (dalam Adiyanti, 1985) berpendapat bahwa
tingkah laku lekat merupakan sesuatu yang dapat dilihat, namun kadang perilaku
ini dapat muncul dan kadang tidak. Intensitas perilaku lekat sangat bervariasi
dan tergantung pada situasi lingkungan. Tingkah laku lekat ini ditujukan pada
figur tertentu dan tidak ditujukan pada semua orang (Ainsworth dalam Ervika,
2000).
Telah disebutkan sebelumnya pada teori
etologi bahwa sebetulnya tingkah laku lekat tidak hanya ditujukan pada anak
namun juga pada ibu. Bentuk tingkah laku lekat pada ibu berupa sikap yang ingin
mempertahankan kontak dengan anak dan memperlihatkan ketanggapan terhadap
kebutuhan anak. Tingkah laku lekat ini berfungsi membantu individu bertahan dan
menjaga anak dibawah perlindungan orang tua. Bowlby (dalam Stams, Juffer dan
Ijzendoorn, 2002) menyebutnya dengan istilah “care taking behavior” yang
merupakan bagian program biologis yang tidak dipelajari.
Tingkah laku lekat tidak berhubungan
dengan kebutuhan makan, melainkan mendapatkan perlindungan dari ibu. Unsur
penting dalam pembentukan kelekatan adalah peluang untuk mengembangkan hubungan
yang timbal balik antara pengasuh dan anak. interaksi anak dengan pengasuh
membutuhkan waktu dan pengulangan, dalam hal ini fungsi orang tua adalah
memulai interaksi, bukan sekedar memberi respon terhadap kebutuhan anak (Newman
dan Newman dalam Hadiyanti,1992).
Interaksi yang intens antara ibu dan anak
biasanya dimulai saat proses pemberian ASI (air susu ibu). Melalui proses
pemberian ASI diharapkan akan berkembang kelekatan dan tingkah laku lekat
karena dalam proses ini terjadi kontak fisik yang disertai upaya untuk
membangun hubungan psikologis antara ibu dan anak. Berkaitan dengan tingkah
laku lekat, Ainsworth (dalam Papalia dan Old 1986) menyebutkan ada mekanisme
yang disebut dengan “working model” atau istilah Bowlby (Pramana 1996; Parker
dkk, 1995; Bretherton, Golby dan Cho 1997; Mc Cartney dan Dearing, 2002)
disebut dengan “internal working model”.
C. Tokoh- tokoh dalam Teori Etologi
1. Konrad Z. Lorenz (Austria, 1903-1989)
Sebagai Bapak Ethologi Modern (Father of modern
ethology) yang juga telah meraih Hadiah Nobel pada tahun 1973. Ia adalah
seorang psikologi, zoologi, dan ornitologi berkebangsaan Austria. Lorenz
bertemu dengan Nikolas Tinbergen yang juga seorang ahli tingkah laku hewan
(ethologist). Mereka berdiskusi tentang hubungan antara respon penyesuaian
tempat dengan mekanisme pelepasan yang dapat menjelaskan timbulnya tingkah laku
berdasarkan insting. Pemikiran mereka merupakan cikal bakal lahirnya etologi.
2. Nikolas Tinbergen ( Den Haag, 1907 – 1988 )
Seorang etolog dan ornitolog Belanda yang
berbagi penghargaan nobel dalam fisiologi atau kedokteran pada tahun 1973
bersama Karl von Frisch dan Konrad Lorenz atas penemuan mereka di bidang biologi.
Tinbergen terkenal dengan empat pertanyaan yang dipercayainya yang harus
ditanyakan berkenaan dengan berbagai perilaku binatang. Selain itu, dengan
metodenya ia menerapkannya untuk menangani gejala autisme pada anak.
Kerjasama Lorenz dan Tinbergen,
mengemukakan bahwa etologi selalu memperhatikan empat jenis penjelasan setiap
perilaku:
a. Fungsi:
Bagaimana perilaku berpengaruh kuat pada kesempatan hewan untuk kelangsungan hidup dan reproduksi?
b. Penyebab:
Apakah stimuli yang mendapatkan tanggapan itu, dan bagaimana telah diubah oleh
pembelajaran terkini?
c. Pengembangan: Bagaimana perilaku berubah
dengan umur, dan apakah pengalaman awal yang perlu untuk perilaku dapat
diperlihatkan?
d. Sejarah
evolusioner: Bagaimana perilaku jika dibandingkan dengan perilaku bersama dalam
spesies yang terkait, dan bagaimana mungkin telah timbul melalui proses
filogeni?
Lorenz membuat Tinbergen terkenal sebagai
tanggapan naluriah yang akan terjadi dan dapat dipercaya dalam kehadiran
stimuli yang dapat dikenali (disebut stimuli tanda atau stimuli pembebasan).
Pola aksi ini kemudian dapat dibandingkan melintasi spesies bebek dan angsa,
serta persamaan dan perbedaan antara perilaku yang dibandingkan dengan
persamaan dan perbedaan dalam morfologi.
Para etolog mencatat bahwa stimuli yang
membebaskan pola aksi tertentu umumnya menonjolkan kemunculan atau perilaku
lain pada anggota spesies mereka
sendiri, dan mereka dapat menunjukkan bagaimana bentuk penting komunikasi hewan
dapat ditengahi dengan pola aksi tertentu yang sedikit sederhana.
Tinbergen melakukan percobaan dengan
menggunakan sarang tawon yang ditempatkan di tengah lingkaran bunga pinus,
kemudian lingkaran bunga pinus dipindahkan disamping sarangnya. Ternyata tawon
tersebut kembali ketengah lingkaran, tidak ke sarang. Demikian pula setelah
lingkaran bunga pinus diganti dengan lingkaran baru tanpa sarang, dan
disebelahnya dibentuk segitiga dari bunga pinus dengan sarang di tengahnya.
Hasilnya menunjukkan bahwa tawon kembali ke lingkaran baru, bukan ke sarang di
tengah segitiga bunga pinus. Hasil tersebut menyatakan bahwa tawon dapat
menggunakan suatu bentuk di tanah dan terus menjaga lingkaran tersebut dengan belajar
untuk mangenal sesuatu..
3. JohnBowlby (1907-1990)
Seorang psikiater dan psikoanalis,
terkenal karena minatnya dalam perkembangan anak. Bowlby lahir di London. Teori
Bowlby (Teori Kelekatan) dipengaruhi oleh teori evolusi dalam observasinya pada
perilaku hewan. Menurut teori Etologi (Berndt, 1992) tingkah laku sangat lekat
pada anak sehingga diprogram secara evolusioner dan instinktif. Sebenarnya
tingkah laku kelekatan tidak hanya ditujukan pada anak namun juga pada ibu. Ibu
dan anak secara biologis dipersiapkan untuk saling merespon perilaku. Bowlby
(Hetherington dan Parke,1999) percaya bahwa perilaku awal sudah diprogam secara
biologis. Reaksi bayi berupa tangisan, senyuman, isapan akan mendatangkan
reaksi ibu dan perlindungan atas kebutuhan bayi. Proses ini akan meningkatkan
hubungan ibu dan anak. Sebaliknya bayi juga dipersiapkan untuk merespon tanda,
suara dan perhatian yang diberikan ibu. Hasil dari respon biologis yang
terprogram ini adalah anak dan ibu akan mengembangkan hubungan kelekatan yang
saling menguntungkan (mutuality attachment).
Teori etologi juga menggunakan istilah
psychological bonding yaitu hubungan atau ikatan psikologis antara ibu dan
anak, yang bertahan lama sepanjang rentang hidup dan berhubungan dengan
kehidupan sosial (Bowley dalam Hadiyanti,1992). Bowlby menyatakan bahwa kita
dapat memahami tingkah laku manusia dengan mengamati lingkungan yang
diadaptasinya yaitu : lingkungan dasar tempat berkembang. Dalam kehidupannya
seringkali manusia menghadapi ancaman untuk mendapat perlindungan, anak-anak
memerlukan mekanisme untuk menjaga mereka dan dekat dengan orangtuanya dengan
kata lain mereka harus mengembangkan tingkah laku kelekatan (attachment).
Sexual imprinting adalah proses-proses
yang dipelajari oleh individu untuk mengarahkan perilaku seksualnya dalam
kelompok spesiesnya. Pada penelitian cross-fostering (ibu asuh) yang dilakukan,
dimana suatu individu dibesarkan oleh orang tua atau induk yang berbeda dari
individu tersebut, sehingga memperlihatkan bahwa imprintingnya juga akan muncul
pada awal-awal kehidupannya. Pada kebanyakan spesies burung, penelitian ini
telah menunjukkan bahwa burung yang perkembangannya diasuh oleh orang tua atau
induk lain.
Tingkah laku lain yang ditunjukkan oleh
hewan selain imprinting juga dapat diamati. Misalnya saja adalah perilaku
hewan-hewan yang membutuhkan bermain dalam hidupnya. Dapat dilihat dalam
kehidupan sehari-hari, kucing suka bermain-main dengan obyek yang bisa
bergerak-gerak yang membuatnya sangat
menarik. Sama halnya dengan manusia pada saat masa anak-anak, mereka suka
bermain.
D. Mekanisme Perkembangan
1. Etologi menekankan pada proses biologis yang
berinteraksi dengan pengalaman. Kematangan fisik, termasuk perubahan hormonal,
perkembangan lokomotor, dan peningkatan efisiensi sistem saraf menandai
pentingnya periode sensitif.
2. Sebagai tambahan dari perubahan biologis
sepanjang rentang kehidupan, terdapat kemampuan belajar yang innate (yang umum
& spesifik). Kemampuan ini terkait dengan tingkah laku insting, yaitu
tingkah laku yang tidak pernah dipelajari dan muncul karena stimulus eksternal
tertentu. Contohnya: tindakan penyelamatan diri anak ayam oleh induknya karena
dapat merespon kapanpun jika anak-anaknya berada dalam bahaya.
3. Kemampuan
belajar yang dibangun sampai sistem saraf inilah yang memungkinkan organisme
dapat belajar dari pengalamannya.
4. Etologis juga
mempelajari perilaku yang dipelajari (learned behavior) yang ditujukan untuk
adaptasi
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Etologi adalah suatu cabang ilmu zoology
yang mempelajari perilaku atau tingkah laku hewan, mekanisme, serta
faktor-faktor yang mempengaruhinya. Ilmu
yang mempelajari perilaku atau karakter hewan tersebut digunakan di dalam
pendekatan ilmu psikologi perkembangan. Teori ini mencoba menjelaskan perilaku
manusia. Sehingga di dalam ilmu psikologi, etologi berarti ilmu yang
mempelajari perilaku manusia di dalam pengaturan yang alami.
Teori Etologi dari perkembangan memandang
bahwa perilaku sangat dipengaruhi oleh biologi dan evolusi (Hinde,1992;
Rosenzweig,2000). Teori etologi merupakan sebuah studi mengenai tingkah laku,
khususnya tingkah laku hewan. Teori ini juga menekankan bahwa kepekaan kita
terhadap jenis pengalaman yang beragam berubah sepanjang rentang kehidupan,
Dengan kata lain, ada periode kritis atau sensitif bagi beberapa pengalaman.
B.
Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih
banyak kekurangannya, baik isi, format dan pengetikannya. Oleh sebab itu,
penulis sangat senang apabila Pihak terkait untuk memberi saran agar lebih baik
kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Belsky, J. (Ed) (1988). Infancy,
Childhood and adollescene. Clinical Implication of Attachment. Lawrence Erlbaum
Associate
Ervika, Eka, (2000). Kualitas
Kelekatan dan Kemampuan Berempati pada Anak. Skripsi. Yogyakarta : Fakultas
Psikologi Universitas Gadjah Mada
Crain, William.
(2007). Teori Perkembangan : Konsep dan Aplikasi. Pustaka Pelajar
Santrock, John
W. (2002). Life-Span Development. Dallas. University of Texas.
Comments
Post a Comment