Laporan Lengkap Mata Kuliah Keteknikan Kehutanan

I.         Pendahuluan

1.1       Latar Belakang
            Pembukaan wilayah hutan adalah salah satu kegiatan pengelolaan hutan yang menyediakan prasarana/infrastruktur untuk melancarkan kegiatan pengelolaan hutan, sehingga dapat terwujud pengelolaan hutan lestari (elias, 2007). Pembukaan wilayah hutan mempunyai fungsi untuk mempermudah penataan hutan; mempermudah pengangkutan pekerja, peralatan, dan bahan-bahan keluar masuk hutan; mempermudah kegiatan pembinaan hutan; mempermudah kegiatan pemanenan hutan, penebangan, penyaradan, pengumpulan, dan pengangkutan, serta mempermudah kegiatan hutan lainnya. Konsep pembangunan PWH adalah dalam perencanaan, pelaksanaan pembuatan dan pemeliharaan prasarana PWH harus memperhatikan aspek teknis, ekonomis, dan ekologis secara terpadu dalam 4 bidang, yaitu:
-           Perencanaan hutan, 
-           Penataan areal hutan,
-           Pembukaan wilayah hutan, dan  Pemilihan sistem pemanenan kayu
            Perencanaan hutan adalah suatu bagian proses pengelolaan hutan untuk memperoleh landasan kerja dan landasan hukum agar terwujud ketertiban dan kepastian hukum dalam pemanfaatan hutan sehingga menunjang diperolehnya manfaat hutan yang optimal, berfungsi serbaguna dan pendayagunaan secara lestari. Operasi di bidang kehutanan adalah merupakan kegiatan yang sangat kompleks, hal ini memerlukan perencanaan yang matang dan banyak keputusan
harus diambil sebelum kegiatan yang dimaksud dilaksanakan. Perencanaan jangka panjang harus dikembangkan jauh sebelum kegiatan dimulai, pengetahuan tentang hasil inventarisasi dari sumber hutannya, keadaan topografi, kondisi tanah dan lain sebagainya. Perencanaan ini harus menggaris bawahi tentang lokasi dari jaringan jalan hutan termasuk jalan cabang yang dipertimbangkan sesuai dengan system logging yang akan diselenggarakan atau system lain yang diterapkan pada pemungutan hasil hutan.
Konsep PWH adalah perpaduan teknik, ekonomis dan ekologis dari pembukaan dasar wilayah hutan, pembukaan tegakan dan system penanaman, pemeliharaan, penjarangan dan pemanenan akhir.  Dengan konsep/strategi PWH tersebut, maka didalam perencanaan dan pelaksanaan PWH harus memperhatikan tujuan dan pemamfaatan pembangunan sarana dan prasarana PWH. Misalnya dalam pembangunan jalan hutan untuk keperluan reboisasi hutan yang rusak, tujuan PWH-nya adalah untuk penanaman dan pemeliharaan hutan serta pengangkutan pekerja dan bahanbahan keluar masuk hutan. Jadi pemanfaatan jalan tersebut pada umumnya untuk lalulintas kendaraan ringan, sehingga tidak perlu dibangun jaringan jalan yang intensif dan standar jalan yang tinggi.
1.2              Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan dilakukan praktikum ini yaitu agar mahasiswa dapat mengetahui proses dalam pembuatan trace jalan dan bagaim ana proses serta perencanaan yang dilakukan.
Adapun kegunaan dilakukan praktikum ini yaitu agar mahasiswa dapat dan mampu mengetahui perencanaan dalam pembuatan terace jalan.

II.               TINJAUAN PUSTAKA
2.1       Pengertian Jalan Hutan
Operasi di bidang kehutanan adalah merupakan kegiatan yang sangat kompleks, hal ini memerlukan perencanaan yang matang dan banyak keputusan harus diambil sebelum kegiatan yang dimaksud dilaksanakan. Perencanaan jangka panjang harus dikembangkan jauh sebelum kegiatan dimulai, pengetahuan tentang hasil inventarisasi dari sumber hutannya, keadaan topografi, kondisi tanah dan lain sebagainya. 
Perencanaan ini harus menggaris bawahi tentang lokasi dari jaringan jalan hutan termasuk jalan cabang yang dipertimbangkan sesuai dengan system logging yang akan diselenggarakan atau system lain yang diterapkan pada pemungutan hasil hutan.( Fakultas kehutanan IPB 1997) 
Yang dimaksud “Jalan Hutan” pada tulisan ini, adalah jalan yang dibangun di hutan untuk melayani tumbuhan hutan dan pemungutannya dikemudian hari. Banyak telah dipublikasikan tentang desain, konstruksi dan pemeliharaan dari jalan umum/highway, tetapi sangat sedikit diketahui tentang jalan hutan dalam hubungannya dengan pemungutan hasil hutan yang harus dilayaninya, tentang kondisinya sehingga dapat memuaskan pekerjaan yang bersangkutan. 
(Department of Forestry ) Operasi di bidang kehutanan termasuk juga pemungutan di hutan alam, penghutanan kembali dari areal bekas tebangan atau juga penghijauan di areal non hutan atau penanaman di hutan buatan (man made forest).  Manajer operasi seyogyanya harus memilih antara tebang habis atau tebang pilih, terkecuali jika dibatasi oleh peraturan pemerintah atau pertimbangan ekonomi. Ia harus dapat memutuskan pilihan penggunaan alat atau mesin yang digunakan pada penebangan dan transportasi log ke samping jalan, ukuran dari mesin yang digunakan sehingga dapat menentukan standar jalan yang sesuai. 
Pembuatan jalan hutan hendaknya ditinjau dari segi ekonomi dalam hubungannya  dengan kesulitan tentang kelerangan dan temporarinya penggunaan jalan ini. Utamanya, diluar persoalan, dapat diberikan pelindung pada jalan ini dengan penutupan oleh aspal atau ter atau semen yang sudah pasti memerlukan biaya sangat besar. Oleh karenanya perencanaan pembuatan jalan hutan tidak sama metodanya dengan pembuatan jalan umum yang terkadang memakai metoda yang memerlukan biaya sangat tinggi, tetapi juga tidak sama sekali mengesampingkan metoda itu. Jalan hutan memerlukan keahlian khusus dan pengetahuan yang masak dari daerah yang bersangkutandari seorang rimbawan. Keberhasilan suatu eksploitasi sangat tergangtung kepada biaya pembangunan jalan hutan dan banyaknya jaringan jalan itu untuk melayani angkutan log. 
2.2              Perencanaan dan Pembuatan Jalan Hutan
Jaringan jalan hutan direncanakan pertama pada peta topografi dan kemudian kerjakan di lapangan dengan menggunakan kompas, klinometer, cat atau kaset lesu (Parsakhoo  et  al., 2010) . Tidak seperti halnya jalan yang dipergunakan untuk umum jalan hutan hanya melayani sedikit keperluan. Intensitas lalu lintas yang jarang, kebanyakan lalu lintas satu arah, kadang-kadang digunakan untuk menaikan kayu, jarang mempunyai daerah untuk berpapasan kalau jalan itu digunakan dua arah, biasanya lalu lintas yang terjadi adalah truk yang panjang dan berat. Pada pengusahaan hasil hutan, setiap jalan atau bagian jalan, tidak mempunyai aturan seperti jalan umum. Sifat dari tiap bagian jalan tergantung kepada fungsi dari jalan tersebut, yaitu melayani konsesi hutan khususnya dalam hal eksploitasi. Objek dari pekerjaan eksploitasi adalah pemindahan kayu hasil tebangan ke tempat-tempat khusus atau tempat pelegoan, terkadang juga melayani kegiatan lain di bidang kehutanan. Log yang terdekat, dihela ke tempat landing atau semacam depot yang dapat dilalui oleh truk. Setiap tempat landing dihubungkan oleh jalan tebang yang akan mengangkut kayu kemudian ke jalan yang lebih besar, sampai ke tempat pelegoan berupa jalan umum atau sungai atau jalan rel permanen. Jalan untuk keperluan eksploitasi, secara umum dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
         Jalan Utama (main roads)
         Jalan cabang /anak jalan (secondary roads)                     
         Jalan ranting (feeder roads/brand roads)
Untuk setiap jalur jalan, profil dan irisan melintangnya perlu terlebih dahulu direncankan, sifat-sifat khusus yang harus ditentukan antara lain: Peta dari jaringan jalan, profil longitudinalnya, bentuk irisan melintangnya yang member petunjuk tentang kedudukan tanjakan/turunan, penimbunan dan galian, tikungan dan sebagainya. Jalan hutan, sebagaimana halnya jalan umum yang permukaan diperkeras, merupakan struktur engineering; yang terdiri dari dua bagian: Lapisan bawah (subgrade) dan lapisan lantai (pavement).
2.3              Tikungan/Belokan
Rute jalan hutan biasanya mengikuti keadaan daerahnya, menelusuri sejajar kontur. Untuk mengikuti kontur tersebut tentu akan mengakibatkan jalan sangat panjang dan tidak ekonomis. Dengan demikian jalan dapan  melintasi lembah ataupun puncak bukit agar jalan tidak terlalu panjan dan dapat menghemat biaya/ekonomis. Hal ini menyebabkan jalan terlalu terjal atau curam, maka pada lembah yang dilalui perlu dilaksanakan pengurungan atau penimbunan yang bahannya dapat diperoleh dari puncak bukit yang digali karena terlalu tinggi.  Tikungan merupakan suatu busur lingkaran untuk menghilangkan tajamnya sudut pertemuan antara dua garis lurus.( Sukirman, Silvia, 1999)
Titik pertemuan antara dua garis lurus di lapangan, ada yang bisa dicapai dan ada yang tidak. Titik yang bias dicapai dilapangan sangat mempermudah pembuatan busur lingkaran tikungannya karena dengan membagi dua sama besar sudut yang terbentuk dan menarik garis baginya, pada garis inilah terletak titik pusat lingkaran dengan jarijari yang sangat bervariasi besarnya. 
Pembuatan tikungan/belokan (curve) harus direncanakan sesuai dengan keperluan pemakai tikungan tersebut, yaitu menjamin keselamatannya. Terdapat tiga (3) masalah yang perlu diperhatikan pada saat menikung:
a.       Kestabilan kendaraan pada saat menikung,
b.      Jarak pandang di tikungan,
c.      Kemampuan kendaraan/pengemudi menghadapi tikungan.
Selain perlu mempertimbangkan ke tiga factor diatas, perlu dipertimbangkan pula keadaan yang memaksa pada suatu tikungan dibuat tanajkan atau turunan,maka disini, selain gaya sentrifugal yang bekerja, juga gaya grafitasi, yang mempengaruhi kestabilan kendaraan.
2.4              Jaringan Jalan di Daerah Berbatu
Di wilayah hutan pegunungan, pembangunan jalan sangat  sulit dilakukan,  karena jumlah batu-batuan yang lebih besar dari tanah yang ada. Pada wilayah ini,  sering dilakukan  peledakan batu menggunakan jasa agen peledak dengan metode tradisional seperti peledakan dinamit dan non-peledak. Kemudian buldoser dan hidrolik excavator digunakan untuk menghilangkan batu yang sudah hancur. Peledakan dilakukan secara non-eksplosif, yaitu peledakan batuan dilakukan di dalam lubang dengan tujuan untuk perlindungan pohon-pohon di zona yang berdekatan (Parsakhoo  et  al., 2010)
Menurut (Parsakhoo  et  al., 2010), Proses konstruksi jalan hutan dapat dikelompokkan menjadi sepuluh langkah utama yaitu:
(1) perencanaan jaringan,
(2) mentransfer jaringan dari rencana ke tanah,
(3) pemetaan, pengolahan data dan desain bagian,
(4) rightof- cara penebangan,
(5) perintis,
(6) kanan dari arah penebangan,
(7) kliring dan bersifat buaya,
(8) penggalian dan tanggul,
(9) tanah dasar finishing dan
(10) permukaan.

III.       METODE PRAKTIKUM
1.1              Waktu dan Tempat
Pelaksanaan kegiatan praktikum keteknikan kehutanan dilaksanakan pada hari, sabtu 27 april 2019 Pukul 08.00 sampai dengan selesai.bertempat di Desa Daenggune, Kecamatan Kinovaru, Kabupaten Sigi.
1.2              Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang diperlukan pada praktikum ini yaitu sebagai berikut :
1.      Gps Essensial, digunakan untuk menentukan ketinggian berapa saat pengukuran, untuk memperoleh nilai X dan Y.
2.      Meteran Roll (30 m-50 m) dugunakan untuk mengukur jarak pembuata terace jalan.
3.      Kompas, digunakan untuk menentukan arah pada saat dilakukan pengukuran dan pembuatan trace jalan.
4.      Clino meter,digunakan untuk mengetahui tinggi kelandaian pada terace jalan yang akan dibuat.
5.      Alat tulis,digunakan untuk mencataat semua data yang telah diperoleh
6.      Kamera,digunakan untuk mengambil dokumentasi padasaan praktikum berlangsung
1.3              Cara Kerja
1.      Sebelum melakukan pembuatan trace jalan, sebaiknya alat dan bahan disiapkan terlebih dahulu


2.      Setelah alat dan bahan telah dilengkapi langsung menuju lokasi titik pertama pembuatan trace jalan dengan mengambil titik koordinat menggunakan Gps Essensial,mengukur jarak menggunakan meteran roll,  mengambil sudut arah titik mengguakan kompas, dan menentukan kelandaian menggunakan clino meter.
3.      Setelah mengatur Gps tersebut,lanjut untuk mengambil ke titik awal dan didapatkan koordinat X = 813133 dan Y = 9900133
4.      Untuk titik selanjutnya dilakukan dengan cara yang sama pada saat pegambilan titik pertama, untuk total pengambilan titik sebanyak 33 titik.

IV.     HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1       Hasil
                        Adapun hasil dari praktikum ini yaitu :
                        Tabel 1. Data Pratikum
No.
Titik
Jarak
Sudut
Kelandaian
1
T1-T2
30
64
17
2
T2-T3
25
65
6
3
T3-T4
21
63
6
4
T4-T5
19
64
9
5
T5-T6
17
45
14
6
T6-T7
13
40
4
7
T7-T8
12
9
10
8
T8-T9
12
5
7
9
T9-T10
8,5
3
2
10
T10-T11
21
64
12
11
T11-T12
12
11
2
12
T12-T13
11
18
5
13
T13-T14
9
16
23
14
T14-T15
9
11
15
15
T15-T16
9
9
19
16
T16-T17
9
11
11
17
T17-T18
18
12
6
18
T18-T19
16
14
15
19
T19-T20
11
14
9
20
T20-T21
11
14
10
21
T21-T22
9
12
4
22
T22-T23
17
14
11
23
T23-T24
13
15
1
24
T24-T25
13
18
5
25
T25-T26
13
16
4
26
T26-T27
14
18
5
27
T27-T28
23
17
14
28
T28-T29
11
18
3
29
T29-T30
19,5
19
3
30
T30-T31
20
21
3


4.2       Perhitungan
                        - Titik awal X∆           = 822119
1.      X T1-T2                = X∆ ± d T1T2 sin α T1T2
= 822119 + 30 m sin 640
= 822119 + 30 m (0,89)
= 822119 + 26,7
= 822145,7
2.      X T2-T3                = XT1T2 ± d T2T3 sin α T2T3
= 822145,7 + 25 m sin 650
= 822145,7 + 25 m (0,90)
= 822145,7 + 22,5
= 822168,2
3.      X T3-T4                = XT2T3 ± d T3T4 sin α T3T4
= 822168,2+ 21 m sin 630
= 822168,2+ 21 m (0,89)
= 822168,2+ 18,6
= 822186,8
4.      X T4-T5                = XT3T4 ± d T4T5 sin α T4T5
= 822186,8 + 19  m sin 90
= 822186,8 + 19 m (0,15)
= 822186,8 + 2,8
= 822189,6
5.      X T5-T6                = XT4T5 ± d T5T6 sin α T5T6
= 822189,6 + 17 m sin 450
= 822189,6 + 17 m (0,70)
= 822189,6 + 11,9
= 822201,5
6.      X T6-T7                = XT5T6 ± d T6T7 sin α T6T7
= 822201,5 + 13 m sin 400
= 822201,5 + 13 m (0,64)
= 822201,5 + 8,3
= 822209,8
7.      X T7-T78              = XT6T7 ± d T7T8 sin α T7T8
= 822209,8 + 12 m sin 90
= 822209,8 + 12 m (0,15)
= 822209,8 + 1,8
= 822211,6
8.      X T8-T79              = XT7T8 ± d T8T9 sin α T8T9
= 822211,6 + 12 m sin 50
= 822211,6 + 12 m (0,08)
= 822211,6 + 0,9
= 822212,5
9.      X T9-T710            = XT8T9 ± d T9T10 sin α T9T10
= 822212,5 + 8,5 m sin 30
= 822212,5 + 8,5 m (0,05)
= 822212,5 + 0,4
= 822212,9
10.  X T10-T711          = XT9T10 ± d T10T11 sin α T10T11
= 822212,9 + 21 m sin 640
= 822212,9 + 21 m (0,89)
= 822212,9 + 18,6
= 822231,5
11.   X T11-T712         = XT10T11 ± d T11T12 sin α T11T12
= 822231,5 + 12 m sin 110
= 822231,5 + 12 m (0,19)
= 822231,5 + 2,2
= 822233,7
12.  X T12-T713          = XT11T12 ± d T12T13 sin α T12T13
= 822233,7 + 11 m sin 180
= 822233,7 + 11 m (0,30)
= 822233,7 + 3,3
= 822237
13.  X T13-T714          = XT12T13 ± d T13T14 sin α T13T14
= 822237 + 9 m sin 160
= 822237 + 9 m (0,27)
= 822237 + 2,4
= 822239,4
14.  X T14-T715          = XT13T14 ± d T14T15 sin α T14T15
= 822239,4 + 9 m sin 110
= 822239,4 + 9 m (0,19)
= 822239,4 + 1,7
= 822241,1
15.  X T15-T16            = XT14T15 ± d T15T16 sin α T15T16
= 822241,1 + 9 m sin 90
= 822241,1 + 9 m (0,15)
= 822241,1 + 1,3
= 822242,4
16.  X T16-T17            = XT15T16 ± d T16T17 sin α T16T17
= 822242,4 + 9 m sin 110
= 822242,4 + 9 m (0,19)
= 822242,4 + 1,7
= 822244,1
17.  X T17-T18            = XT16T17 ± d T17T18 sin α T17T18
= 822244,1 + 18 m sin 120
= 822244,1 + 18 m (0,20)
= 822244,1 + 3,6
= 822247,7
18.  X T18-T19            = XT17T18 ± d T18T19 sin α T18T19
= 822247,7 + 16 m sin 140
= 822247,7 + 16 m (0,24)
= 822247,7 + 3,8
= 822251,5
19.   X T19-T20           = XT18T19 ± d T19T20 sin α T19T20
= 822251,5 + 11 m sin 140
= 822251,5 + 11 m (0,24)
= 822251,5 + 2,6
= 822254,1
20.  X T20-T21            = XT19T20 ± d T20T21 sin α T20T21
= 822254,1 + 11 m sin 140
= 822254,1 + 11 m (0,24)
= 822254,1 + 2,6
= 822256,7
21.  X T21-T22            = XT20T21 ± d T21T22 sin α T21T22
= 822256,7 + 9 m sin 120
= 822256,7 + 9 m (0,20)
= 822256,7 + 1,8
= 822258,5
22.  X T22-T23            = XT21T22 ± d T22T23 sin α T22T23
= 822258,5 + 17 m sin 140
= 822258,5 + 17 m (0,24)
= 822258,5 + 4,0
= 822262,5
23.  X T23-T24            = XT22T23 ± d T23T24 sin α T23T24
= 822262,5 + 13 m sin 150
= 822262,5 + 13 m (0,25)
= 822262,5 + 3,2
= 822265,7
24.  X T24-T25            = XT23T24 ± d T24T25 sin α T24T25
= 822265,7 + 13 m sin 180
= 822265,7 + 13 m (0,30)
= 822265,7 + 3,9
= 822269,6
25.  X T25-T26            = XT24T25 ± d T25T26 sin α T25T26
= 822269,6 + 13 m sin 160
= 822269,6 + 13 m (0.27)
= 822269,6 + 3,5
= 822273,1
26.  X T26-T27            = XT25T26 ± d T26T27 sin α T26T27
= 822273,1 + 14 m sin 180
= 822273,1 + 14 m (0,30)
= 822273,1 + 4,2
= 822277,3
27.  X T27-T28            = XT26T27 ± d T27T28 sin α T27T28
= 822277,3 + 23 m sin 170
= 822277,3 + 23 m (0,29)
= 822277,3 + 6,6
= 822283,9
28.  X T28-T29            = XT27T28 ± d T28T29 sin α T28T29
= 822283,9 + 11 m sin 180
= 822283,9 + 11 m (0,30)
= 822283,9 + 3,3
= 822287,2
29.  X T29-T30            = XT28T29 ± d T29T30 sin α T29T30
= 822287,2 + 19,5  m sin 190
= 822287,2 + 19,5  m (0,32)
= 822287,2 + 6,2
= 822293,4
30.  X T30-T31            = XT29T30 ± d T30T31 sin α T30T31
= 822293,4 + 20 m sin 210
= 822293,4 + 20 m (0,35)
= 822293,4 + 7
= 822300,4
-          Titik awal Y∆        = 9905119
1.      Y T1-T2                = Y∆ ± d T1T2 cos α T1T2
= 9905119 + 30 m cos 640
= 9905119 + 30 m (0,43)
= 9905119 + 12,9
= 9905131,9
2.      Y T2-T3                = YT1T2 ± d T2T3 cos α T2T3
= 9905131,9 + 25 m cos 650
= 9905131,9 + 25 m (0,42)
= 9905131,9 + 10,5
= 9905142,4
3.      Y T3-T4                = YT2T3 ± d T3T4 cos α T3T4
= 9905142,4 + 21 m cos 630
= 9905142,4 + 21 m (0,45)
= 9905142,4 + 9,4
= 9905151,85
4.      Y T4-T5                = YT3T4 ± d T4T5 cos α T4T5
= 9905151,85 + 19 m cos 640
= 9905151,85 + 19 m (0,43)
= 9905151,85 + 8,1
= 9905159,95
5.      Y T5-T6                = YT4T5 ± d T5T6 cos α T5T6
= 9905159,95 + 17 m cos 450
= 9905159,95 + 17  m (0,7)
= 9905159,95 + 11,9
= 9905171,85
6.      Y T6-T7                = YT5T6 ± d T6T7 cos α T6T7
= 9905171,85 + 13 m cos 400
= 9905171,85 + 13 m (0,76)
= 9905171,85 + 9,8
= 9905181,65
7.      Y T7-T78              = YT6T7 ± d T7T8 cos α T7T8
= 9905181,65 + 12 m cos 90
= 9905181,65 + 12 m (0,98)
= 9905181,65 + 11,76
= 9905193,41
8.      Y T8-T79              = YT7T8 ± d T8T9 cos α T8T9
= 9905193,41 + 12 m cos 50
= 9905193,41 + 12 m (0,99)
= 9905193,41 + 11,88
= 9905205,29
9.      Y T9-T710            = YT8T9 ± d T9T10 cos α T9T10
= 9905205,29 + 8,5 m cos 30
= 9905205,29 + 8,5 m (0,99)
= 9905205,29 + 8,41
= 9905213,7
10.  Y T10-T711          = YT9T10 ± d T10T11 cos α T10T11
= 9905213,7 + 21 m cos 640
= 9905213,7 + 21 m (0,43)
= 9905213,7 + 9,03
= 9905222,73
11.   Y T11-T712         = YT10T11 ± d T11T12 cos α T11T12
= 9905222,73 + 12 m cos 110
= 9905222,73 + 12 m (0,98)
= 9905222,73 + 11,76
= 9905234,49
12.  Y T12-T713          = YT11T12 ± d T12T13 cos α T12T13
= 9905234,49 + 11 m cos 180
= 9905234,49 + 11 m (0,95)
= 9905234,49 + 10,45
= 9905244,94
13.  Y T13-T714          = YT12T13 ± d T13T14 cos α T13T14
= 9905244,94 + 9 m cos 160
= 9905244,94 + 9 m (0,96)
= 9905244,94 + 8,64
= 9905253,58
14.  Y T14-T715          = YT13T14 ± d T14T15 cos α T14T15
= 9905253,58 + 9 m cos 110
= 9905253,58 + 9 m (0,98)
= 9905253,58 + 8,82
= 9905262,4
15.  Y T15-T16            = YT14T15 ± d T15T16 cos α T15T16
= 9905262,4 + 9 m cos 90
= 9905262,4 + 9 m (0,98)
= 9905262,4 + 8,82
= 9905271,22
16.  Y T16-T17            = YT15T16 ± d T16T17 cos α T16T17
= 9905271,22 + 9 m cos 110
= 9905271,22 + 9 m (0,98)
= 9905271,22 + 8,82
= 9905280,04
17.  Y T17-T18            = YT16T17 ± d T17T18 cos α T17T18
= 9905280,04 + 18 m cos 120
= 9905280,04 +  m (0,97)
= 9905280,04 + 17,46
= 9905297,5
18.  Y T18-T19            = YT17T18 ± d T18T19 cos α T18T19
= 9905297,5 + 16 m cos 140
= 9905297,5 + 16 m (0,97)
= 9905297,5 + 15,52
= 9905313,02  
19.   Y T19-T20           = YT18T19 ± d T19T20 cos α T19T20
= 9905313,02 + 11 m cos 140
= 9905313,02 + 11 m (0,97)
= 9905313,02 + 10,67
= 9905323,69
20.  Y T20-T21            = YT19T20 ± d T20T21 cos α T20T21
= 9905323,69 + 11 m cos 140
= 9905323,69 + 11 m (0,97)
= 9905323,69 + 10,67
= 9905334,36
21.  Y T21-T22            = YT20T21 ± d T21T22 cos α T21T22
= 9905334,36 + 9 m cos 120
= 9905334,36 + 9 m (0,97)
= 9905334,36 + 8,73
= 9905343,09
22.  Y T22-T23            = YT21T22 ± d T22T23 cos α T22T23
= 9905343,09 + 17 m cos 140
= 9905343,09 + 17 m (0,97)
= 9905343,09 + 16,49
= 9905359,58
23.  Y T23-T24            = YT22T23 ± d T23T24 cos α T23T24
= 9905359,58 + 13 m cos 150
= 9905359,58 + 13 m (0,96)
= 9905359,58 + 12,48
= 9905408,06
24.  Y T24-T25            = YT23T24 ± d T24T25 cos α T24T25
= 9905408,06 + 13 m cos 180
= 9905408,06 + 13 m (0,95)
=9905408,06 + 12,35
= 9905420,41
25.  Y T25-T26            = YT24T25 ± d T25T26 cos α T25T26
= 9905420,41 + 13 m cos 160
= 9905420,41 + 13 m (0,96)
= 9905420,41 + 12,48
= 9905432,89
26.  Y T26-T27            = YT25T26 ± d T26T27 cos α T26T27
= 9905432,89 + 14 m cos 180
= 9905432,89 + 14 m (0,95)
= 9905432,89 + 13,3
= 9905446,19
27.  Y T27-T28            = YT26T27 ± d T27T28 cos α T27T28
= 9905446,19 + 23 m cos 170
= 9905446,19 + 23 m (0,95)
= 9905446,19 + 21,85
= 9905468,04
28.  Y T28-T29            = YT27T28 ± d T28T29 cos α T28T29
= 9905468,04 + 11 m cos 180
= 9905468,04 + 11 m (0,95)
= 9905468,04 + 10,45
= 9905478,49
29.  Y T29-T30            = YT28T29 ± d T29T30 cos α T29T30
= 9905478,49 + 19,5  m cos 190
= 9905478,49 + 19,5  m (0,94)
= 9905478,49 + 18,33
= 9905496,82
30.  Y T30-T31            = YT29T30 ± d T30T31 cos α T30T31
= 9905496,82 + 20 m cos 210
= 9905496,82 + 20  m (0,93)
= 9905496,82 + 18,6
= 9905515,42

4.3              Pembahasan
Dari hasil praktikum yag dilakukan diperoleh titik sebanyak 30 titik, ke 30 titik tersebut diperoleh jarak yang berbeda-beda sesuai dengan keadaan dilapangan, jarak yang paling pendek dari hasil yang didapatkan adalah 8,5 meter yang berada dititik ke 9, dan jarak yang paling terpanjang yaitu 30 yang berada dpada titik awal atau titik ke 1. Pada titik awal koordinar diperoleh koordinat X adalah 822119 dan koordinat Y adalah 9905119. Pada sudut derajat tersebut diperoleh hasil yang berbeda pula dan yang paling terkecil ialah sudut 30 pada titik ke 9 dan sudut yang paling terbesar ialah sudut 650 pada titik ke 2.

V.      PENUTUP
5.1       Kesimpulan
                        Adapun kesimpulan dari pratikum ini yaitu :
1.      Titik yang diambil pada praktikum ini iyalah sebanyak 30 titik.
2.      Jarak yang terpanjang dari perencanaan ini yaitu 30 meter dan jarak yang terpendek dalam perencanaan ini adalah 8,5 meter.
3.      Pada koordinat X diporoleh titik awal 822119 dan pada koordinat Y diperoleh titik awal 9905119.

5.2       Saran
Sebaiknya pada praktikum keteknikan kehutanan ini, perlu dilakukan latihan fisik sebelum memasuki hutan yang menanjak dan melengkapi alat serta bahan praktikum.

DATAR PUSTAKA

Anshori, Isa. 2003. Perencanaan Pembuatan Jaringan Jalan Hutan. Fakultas Kehutanan Universitas tanjungpura Pontianak: Pontianak


Elias, 2007. Modul 2. Pelatihan Pembukaan Wilayah Hutan, Fakultas Kehutanan,    Institut Pertanian Bogor, Bogor

Himpunan Alumni Fakultas kehutanan IPB Komisariat Daerah Sumatera Barat, 1997.  Proceeding Seminar Paradigma Pembangunan Kehutanan Abad 21. Bukittinggi

Sudirman, 1999. Prinsip dan Praktik Pemanenan Hutan di Indonesia. Departememn Kehutanan dan Perkebunan dan Natural Resources Management Program

Sofyan. 1976. Dasar-Dasar Konstruksi Jalan Hutan, Pengantar KulturTeknis Bagian 1. Yayasan Fahutan Universitas Gajahmada: Yogyagkarta.

Parsakhoo  et  al. 2010. Forest roads Planning and Construction in Iranian.

Soeparto, mardikanto. 1985.Kualitas pembukaan wilayah hutan pada pengolahan hutan alam produksi lestari di PT.INHUTANI 1 unit manajemen Sambarata, beras,KalTim.Fakultas Institute Pertanian Bogor.
 

LAMPIRAN


GRAFIK PEMBUATAN TRASE JALAN 


Comments

Follow Portal Rimbawan

"SELAMATKAN HUTAN UNTUK PERADABAN"

"SELAMATKAN HUTAN UNTUK PERADABAN"

Sering Dikunjungi

Makalah Evaluasi Kurikulum

MAKALAH TELAAH KURIKULUM

Open Volunteer (Kontibutor)

Open Volunteer (Kontibutor)
Gabung Bersama Kami dalam Mengkampanyekan Alam..!!